Eat Pray Love di Celoteh Makan Siangku


Elizabeth ‘Liz’ Gilbert di usia pertengahan tiga puluhannya menjalani kehidupan sempurna. Karier bagus, suami mapan, rumah megah, semua yang diimpikan wanita. Terjaga di suatu malam dan memandang sang suami tergolek di sebelahnya, membuatnya menangis. Dia mencintainya tapi tak mengerti kemana rasa itu sekarang. Dia menginginkan rumah ini tapi tak mengerti kenapa dia begitu ingin pergi. Dan ketika gejolak itu tak tertahan, dia memilih menghilang lewat pintu belakang.

Dalam proses perceraian yang mentah-mentah ditolak Stephen, suaminya, Liz bertemu David, aktor dari sebuah kelompok teater tak bernama. Tidak merasa benar-benar jatuh cinta padanya tapi Liz menjatuhkan diri di pelukkannya, sekian lama.. hingga Stephen melepasnya.
David berusia jauh di bawah Liz, hidup sederhana dengan gaji seadanya sebagai tukang cuci di sebuah perusahaan laundry, pecinta yoga, dan pengagum guru dari India. Dan tetap saja Liz kembali terjaga di suatu malam, menatap, menangisi dirinya dan berkata “aku tak bisa bersamanya!”.

Dalam kebingungannya Liz memutuskan ke Roma, belajar bahasa Itali, sepuasnya makan Pizza dan Spaghetti, berharap dicium Giovanni tapi kemudian membiarkan itu tak terjadi. Menjalani kesendirian di salah satu kota romantis di dunia itu kadang membuat Liz merindukan David, kadang juga Stephen, tapi tetap saja dia berdiri sendiri hingga memutuskan ke India, pada akhirnya.

Yoga, berdiam diri, dan rangkaian meditasi lainnya tidak membuat Liz merasa lebih tenang. Berkompromi dengan perasaan bersalah pada pernikahan yang ditinggalkannya, pada sayat luka di pria yang mencintainya, pada ketidakmengertiannya akan inginnya, tidaklah mudah. Ketika akhirnya menemukan kalimat “kalau kau cinta aku, maka cintailah. kalau kau rindu, maka rinduilah. Kalau kau luka, maka luka itu takkan lama.”

Bali adalah surga! Liz ke Bali dengan perasaan baik. Bertemu Ketut Liyer, dukun yang meramal nasibnya dengan tepat. Minum jamu dan diobati Wayan, janda beranak satu yang luar biasa. Dan bercinta tanpa henti selama dua minggu lamanya di kediaman Felipe, pria Brazil berkebangsaan Australia yang menetap di Pulau Dewata. Yaah.. ketakutan Liz pada cinta sirna ketika bertemu Felipe, yang justru tidak mengekangnya. Liz tetap boleh berada di mana, Felipe tetap akan di Bali saja, hanya dengan percaya.. cukup dengan percaya dan berkata jujur saja tentang apa yang dirasa. Tell the truth.. tell the truth.. tell the truth..
~~~~~~~~~~~~~~

Bukan cuma karena Julia Roberts, aktris favoritku yang berlakon, yang membuat aku membagi kisah ini. Sungguh aku iri pada Liz, yang berani keluar dari zona nyaman, melakukan yang dimaui, dan jujur pada diri. Be what her wanna be, go wherever she wanna go. Rasanya.. aku takkan pernah seberani itu.


(thanks to Sukmawati Ilmy, Misda Maniez, dan Djakarta Theater, for such a beautiful moment)

2 komentar:

Teman mengatakan...

kaya'nya bukan bintangnya yang cantik, bukan pula ceritanya yang menarik, apalagi Djakarta Theaternya, pastinya suasana duduk nonton berdampingan yang tak terlupakan. Ah mau nonton apa lagi ya..?

nop rianti mengatakan...

: sukma yah? ;;)
err.. bagaimana kalo Harry Potter and The Deadly Hallow?:p