Sekali Lagi Catatan tentang Negeri


"Bu, ibu pilih Bapak nomer *cencored* kan? kan kita dah dikasih duwit"
kalimat itu aku dengar kemarin, saat berniat berangkat ke te-pe-es, dari seorang bocah usia 6 tahunan yang tepat berada di depanku. Ibu anak itu sedikit terperangah tapi tak urung tersenyum padaku sembari bertanya: "dapet juga, mbak?"
Aku menggeleng, dan setelah berbasa-basi sebentar, putar haluan, kembali ke rumah, kembali ke kamar, kembali ke laptop.

Ironis!
Harusnya kejadian itu gak berlangsung di depanku, aku yang memang sudah sangat apatis terhadap penyelenggaraan pemilu. Yang sudah skeptis terhadap orang-orang yang melakukan apapun untuk jadi nomer satu. Sampai kapan begini? Sampai kapan anak negeri ini mengerti bahwa kebebasan mereka dibeli hanya seharga Rp. 50.000,- untuk membiarkan orang-orang mengeruk segala apa yang tersedia di bumi mereka selama 5 tahun kemuka? owh, ini sungguh bukan karena aku gak kebagian jatah ya (orang rumah juga ada yang dikasih sandang, bahkan alat elektronik berharga mahal), tapi karena aku capek, lelah, bosan.

"Sah ajah lah nop, itu juga bagian dari ikhtiar lho," seorang teman menyebut.
"Yah, mau gimana lagi, ini dah aturan main politik kita," yang lain menimpali.
Lalu aku memilih diam. Malas mendebat. Malas berargumentasi.

Aku hanya ingat, sepanjang sejarah hidup, orang-orang yang kupilih, kujagokan memang tidak pernah menang. Jatuh cinta pada Amien Rais, beliau kalah 'lucu' dibanding Gusdur. Memilih Jeka, beliau kalah 'ganteng' dari SBY. Entah, aku yang salah pilih atau karena kenyataan bahwa aku gak pernah suka sama yang disuka banyak orang.
well.., yah..
Aku gak suka Britney Spears ketika dia begitu digilai remaja seisi dunia, aku gak suka David Beckham karena bintangnya terlalu terang di Old Trafford sana, aku juga milih gak nonton Melly Goeslaw AADC concert yang lokasinya sangat dekat setelah tau hampir seluruh isi kos berangkat, juga memutuskan gak mengikuti trend mode kecuali beberapa brand yang aku yakin 'jarang dipake' orang di sekeliling tempatku beraktivitas. Harusnya aku menyadari itu sejak lama bukan ketika seorang teman lama mengirim pesan: remember, we r different with others.

Menjadi minoritas adalah pilihan, bagi sebagian orang, bagiku juga mungkin. Dan kemarin ketika segala yang ku lihat, ku dengar, dan ku rasa, aku memilih tidak menolak maunya hati untuk tidak memilih. Biarlah takdir-Nya berjalan seperti adanya. Dan berharap masih ada kebaikan hati tersisa pada orang-orang yang mendapat tahta, demi demokrasi, demi negeri ini, sekalipun Om Adhie Massardi bilang ini negeri para
bedebah. Negeri dimana orang baik dan bersih dianggap salah. Negeri yang Menipu rakyat dengan pemilu menjadi lumrah. Negeri yang rakyatnya hanya bisa pasrah.

8 komentar:

ninok eyiz mengatakan...

sama kek nin ne mba nop..mending ga pilih siapasiapa timbang tar kita nyesel liat sepakterjangnya yg jauh dari visimisi mereka dulu..
*pemilu mana niy sista?*
Keep writing yak..keep blogwalking..;-)
Danke ^_

noprianti mengatakan...

pemilukada di Balangan, Kalimantan Selatan nin:)
yep, seneng bertambah lagi mahluk sealiran;))
n yah.. so u, keep writing, keep blogwalking..
gracias;;)

Ninok eyiz mengatakan...

Oh my..balangan paringin kah?
Senaangnyaa..*hugs*
Duuh nin bakal sering mampir sini ne..-lompatlompat gembira-

noprianti mengatakan...

bales *hugs sambil lompat-lompat*:p
seneng koq dirimu mampir;)
oh se..,
lha? koq? wong jowo kah wong kalimantan? ngerti banjar tha?:-?

Ninok eyiz mengatakan...

ga tau kalo banjar. Tapi sejak awal tahun nin serasa stay juga di balangan..
Rumah panggung berlantai kayu, taman kota, hutan karet, barabai, amuntai, pais, nyala mati listrik di balangan, serasa nin nikmati juga..


Danke nop ^_

Unknown mengatakan...

selamat berbahagia kejarlah impian masa depan anda dengan baik tanpa cacat hihihihi
from bank syam hihihihi

sastra mengatakan...

mayoritas ada karena minoritas, ada kalanya juga mayoritas akan membutuhkan minoritas :)

kalo masalah pemilihan yang kurang sehat di negara kita itu mah saya kira udah jadi akar budaya kita yang sangat kuat mbak :p trus, mungkin banyak orang yang sudah punya pikiran untuk merubah semua ini, namun mereka masih dalam bingkai minoritas yang astinya masih lebih banyak orang yang lebih memilih mengikuti alur dan memanfaatkan kesempatan, hehehehehehehe

nop.rianti mengatakan...

#Bang Syam: haturnuhun doanya, haturnuhun dah mampir lagi:)

#Sastra: jadi.., masnya masuk kategori mana kalo begitu?;))