Karena Mama, Seorang Ibu

Malam tadi, di tengah-tengah aktivitas Mama membuat Pempek pesanan sejumlah orang dan melipat pakaian yang kukerjakan dengan setengah malas karena demam yang masih menyerang, kami berbicara tentang vonis 12 tahun yang dijatuhkan kepada mantan putri Indonesia yang cantik itu, berikut ganti rugi puluhan miliar rupiah yang harus dibayarnya. Semua, pastinya, tidak akan pernah setuju dengan apa yang telah dilakukannya. Tapi Mama tidak memandangnya begitu. Sebagai seorang ibu yang setelah pensiun Papa ikut membantu jalannya roda perekonomian di rumah, ehem... maaf, agak berat dan ke-vicky-an yah bahasanya , beliau merasa iba yang sangat terhadap sang putri.

“Gimana anak-anaknya, coba? Lain lho nak, anak yang diasuh ibunya sejak kecil sama yang nggak”
“Iya sih ma, tapi kan dia juga emang salah,” responku.
“Tau mama, tapi biasanya gak pernah kan sampe seberat ini hukumannya, MK aja cari muka”
Aku tergelak, setuju sebenarnya dengan pendapat Mama.
“Kasihan anaknya itu, udah yatim, ibunya di penjara... gak bisa bayangin Mama”
........
Dan wajah itulah yang ku lihat!
Wajah seorang ibu yang tulus. Betapa wajah itu kurindukan saat aku jauh dari rumah tapi terabaikan saat kami dekat dan serumah. Wajah yang hanya memperdulikan bahagia anak-anaknya, hingga empati beliau terhadap sang dewi korup itu mengalahkan murka beliau ketika awal-awal kasus ini menguak. Dan aku yakin, mama tidak sendiri. Di luar sana sekian banyak perempuan mungkin bereaksi serupa.
Kalau mau jujur, akupun merasa iba terhadapnya. Di dunia kerja yang ku kenal, susah bila sudah berada di dalam pusaran bernama kebersamaan dengan dalih untuk kepentingan bersama dan kemaslahatan orang banyak. Ketika salah satu tertangkap tangan, kebersamaan itu hilang jadi kesendirian yang menyesakkan. Sang putri berada di tempat itu sekarang. Pada akhirnya hukum memang harus ditegakkan, suka atau tidak suka, siapapun pelakunya akan didera. Tinggallah kita sebagai pribadi, menjaga untuk tidak melakukan salah yang sama dan berupaya keluar dari pusaran sekalipun harus terpental menyakitkan sebagai konsekuensinya.

Kembali ke Mama, aku senang beliau hanya ibu rumah tangga biasa. Pekerjaan yang dianggap sepele perempuan sekarang tapi sesungguhnya jauh lebih mulia. Dari mulai melahirkan hingga melepas sang anak kala dewasanya, demikian besar hati dan sabar beliau. Semogalah aku, anak-anakmu, berkesempatan panjang untuk dapat membahagiakan dan meski secuil membalas jasamu yang besar, Ma />

dicatat pada 22 Desember 2013
the pic taken from here

0 komentar: