tentang kado yang aku berikan tapi kemudian aku pinjam


Dia satu-satunya ‘sosok i’ yang masih bisa ku lihat, masih bisa ku dengar langsung suaranya, masih bisa ku jabat tangannya. Aku menyebutnya ‘Yang Mulia’:) lebih karena dia merasa pantas memperlakukanku bak seorang ‘Putri’. Tidak banyak waktu yang diperlukannya untuk menjadi bagian dari memoar kehidupanku. Yah…, he’s got all my sympathy. Dulu, sekarang, mungkin juga nanti.

Dan seminggu ini, dia kembali mengangguku!
Semua bermula dari kado itu, kado yang aku berikan padanya ketika dia menempuh kehidupan baru, menemukan kembali ‘Sang Ratu’ dan bermuara pada lantunan lembut dengan lirik maut ini:

....
Now I can rest my worries and always be sure
That I won’t be alone anymore
If I’d only known you were there all the times
All this time

Until the day the ocean doesn’t touch the sand
Now and forever, I’ll be your man

Senin pagi lalu sebelum berangkat apel, si T-babe ku berdering. 1 pesan diterima. Singkat saja isinya: ‘Princess, cud u bring Richard Marx today?’ yang diimbuhi dengan emoticon smiley dibelakangnya.
Aku berdetak!
Dan mengutuk diri kenapa harus menderita amnesia untuk mengembalikan benda itu padanya. Menyesali kenapa harus meminjamnya hanya karena aku kangen suaranya Mas Marx. Lalu sibuk menghitung rentang waktu dengan loncatan interval yang jauh dari proses peminjaman hingga permintaan pengembalian pinjaman itu.
Gosh! I’ve been borrowed it almost a year!!
Wish u forgive me, M@jesty;;).

Tidak hanya sampai di situ, aku masih harus merewind pita rekaman di kepalaku tentang keberadaan si pipih abu-abu dan berukuran 14 x 12 cm itu. alhasil, aku pun berbongkar ria! Korbannya lumayan banyak, lemari, tempat kaset, rak buku, kotak printer yang aku alih fungsikan menjadi wadah kumpulan berkas2 penting, sejumlah tas. Lokasi pencarian pun meluas, mulai dari kamar tidur sampai ruang tamu. Nihil!
Nyaris berderai air mata, aku pun bikin pengumuman di rumah. Dari ibuku, orang yang paling sering di rumah sampai feri yang kost nun di yogya sana diinterogasi. Tetap nihil!
Mencoba tetap berkepala dingin, aku mereply smsnya dengan ‘so sorry Lord, I’ve got something important to do so I won’t attend the ceremony’. Ditambah kesepakatan baru ‘I’ll bring the Marx next Monday. Dan dia pun setuju.

Kala menulis ini, Sabtu, tepatnya 2 hari sebelum pengembalian, si Marx sudah dalam genggamanku. Aku menemukannya di the most valuable bag in the most important things box on my clothes cupboard. Agak sedikit tergores memang, tapi aku lega dia ada. Tadinya sudah sempat terpikir akan mengganti dengan yang baru meski itu berarti aku harus ke Banjarmasin untuk hunting. Hanya…. ketika ku buka cover CD berwajah ganteng itu dan membaca tulisan di baliknya, aku rasa takkan sanggup aku menulis ulang ucapan itu.

(however, i'm glad to see ur bliss majesty:))

0 komentar: