Cerita Suatu Malam

Dialog kami malam ini tentang THR (Tunjangan Hari Raya). Bukan dari perusahan multi nasional yang menghadiahinya parcel lebaran besar kemarin atau ber-amplop-amplop berisi rupiah yang diterimanya dari instansi pemerintah demi menjaga citra baik mereka di media cetak tempatnya bertugas. Ini tentang sebuah blouse dan jeans yang diterimanya dari kekasihnya. Tanpa tendensi dia berkata: “diajak dadakan ke mall, terus disuruh milih suka yang mana, dan Mas-nya bilang THR kamu gitu..”. aku tercenung merasakan bahagianya. Adik perempuan bungsuku yang masuk ke kamar sampai terpesona. “kenapa mbak?” dan terkekeh sesaat setelah aku mengakhiri cerita. “yaelaaahhhh, biasa ajah kali ekspresinya. Adek juga dikasih THR koq..,” imbuhnya sembari menunjukkan seekor Panda sebesar dirinya di foto profil Blackberry Mesengger-nya. Jadi begitu yah… aku saja agaknya yang sudah lupa, kapan dihadiahi seseorang yang istimewa.
Lama setelahnya, ketika malam kian tinggi..
Seseorang yang istimewa… Aku bahkan tidak ingat pernah benar-benar punya. Rentang yang demikian jauh, dari kehadiran sosok-sosok itu. Lagu, kaset, buku, juga sepasang anting… itu yang biasa aku dapat dari mereka pada masa kebersamaan dulu. Tidak lebih tidak kurang. Tanpa bermaksud mengasihani diri, aku tersadar bahwa mereka pun kini tak ada lagi. Tidak satupun lagi. Menghilang, menikah, mengkhianati. Ahh, I always feel that I have no luck with a guy...

Mencegah terbawa perasaan mellow yang kerap datang dalam suasana begini, acak ku ambil sebuah buku dari lemari di sebelah meja kerja. Filosofi Kopi ~ Dee. Why not? Sudah lama tidak baca, pikirku. Merebahkan diri di bed, tempat paling menyenangkan bagiku di rumah. Ku tarik pembatas buku berwarna hitam berlogo Bentang Pustaka. Sebuah halaman membuka.
“Saya tidak membenci Lei, kamu tahu itu, tapi di luar sana pasti ada orang yang bisa memberi kamu lebih. Ari lalu meremas bahu Indi, menatapnya cemas sekaligus iba seperti menasehati anak kecil nakal, “Kalian berdua sama-sama muda, tapi kamulah yang punya banyak kesempatan. Jangan cuma jadi alas kaki yang dipakai sembunyi-sembunyi”

Ini.. dialog ini…
Kuputuskan meneruskan bacaanku, menyegarkan kembali ingatan kenapa halaman ini ku tandai.
Secepat aliran listrik di jaringan saraf, secepat itu Indi memvisualisasikan sepasang sepatu tua yang disembunyikan di bawah tangga. Sepatu nyaman yang selalu dipakai ketika kaki pemiliknya letih. Namun, ketika sang pemilik ingin menghadapi dunia, dia tak mungkin memilih sepatu itu. Akan dipakainya sepatu mentereng yang memang diperuntukkan sebagai pendampingnya…

Lalu:
“Mungkin…,” Indi bergumam, “memang lebih baik bersama seseorang yang tidak punya pilihan lain. Dia cuma punya aku, mau susah atau senang. Aku bukan alternatif”
Dan yaa…
Tentu saja, Sepotong Kue Kuning.
Begitu saja konsentrasiku pergi, ke sebuah ruang waktu, suatu ketika.. suatu masa.. ke tempat di mana aku menemukan diriku bersama sosokmu. Kilasan-kilasan cepat, berpuluh tempat, beratus rekaman adegan, beribu kata penghias. Kompilasi rasa menyergapku seketika. Aku tidak pernah lupa…

Kututup kumpulan cerita dan prosa satu dekade Dee tersebut. Sedikit menyesali pilihan random tadi berakhir di cerita ini, tapi terlambat. Benakku dipenuhi ceritaku sendiri. Indi dan Lei, Aku dan Kamu. Bedanya aku selalu menganggap bahwa aku adalah menu penutup. I am just the desert. You, the one who always have a choice to eat or not to eat.

Hingga aku memutuskan menghilangkan menu itu di sajian makanmu, meski kau terus saja mencari. Itu karena kau tidak pernah benar-benar tahu, tanpa aku, kebutuhanmu masih bisa tercukupi. Berbeda denganku… aku yang merasa enggan hadir di meja makan siapapun, sebagai menu apapun.
Sebutir bening yang menggulir, memaksaku bangkit. Tak ingin berlarut, kukembalikan Dee ke tempat semula dan menggantinya dengan mushaf kecil, membacanya perlahan. Al aana khoffallahu ‘ankum wa ‘alima anna fiikum dho’fan…

15rd day of Ramadhan, August 2nd 2012 @My Room

2 komentar:

Bulan mengatakan...

kirain cinta satu malam...

weblog ask mengatakan...

salam kenal..salut dgn yg punya blog